SEJARAH PENDIRIAN

Penduduk Desa Punggur Besar khususnya di Parit Berkat yang mayoritas Penduduknya warga Madura dengan tradisi kental kemadura-annya dapat hidup berdampingan bersama masyarakat non Madura (Melayu, Bugis, Jawa dll). Sekalipun tingkat Pendidikan mereka hanya setingkat SD (Sekolah Dasar) bahkan tidak sedikit dari mereka yang tidak pernah mengenyam dunia pendidikan formal (SD/MI atau Pendidikan Diniyah), namun mereka dapat merasakan betapa indahnya tatanan masyarakat yang dibangun melalui falasafah “ Berat sama di pikul Ringan sama di Jinjing “.
Suasana kekeluargaan betul-betul tercermin dalam kehidupan sehari-hari mereka, terhadap kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan mereka sangat antusias demi merekatkan tali persaudaraan lintas etnis (Madura, Melayu, Bugis dan Jawa), kebersamaan dalam bergotong-royong membersihkan, memelihara sarana prasarana umum, tolong menolong sesama anggota masyarakat yang membutuhkan/tertimpa musibah selalu mewarnai aktifitas mereka.
Disatu sisi masyarakat Desa Punggur Besar (Parit Berkat) sangat kondusif, namun pada sisi lain setiap anggota masyarakat siang dan malam dicemaskan oleh ulah sekelompok orang yang menodai suasana kekeluargaan ditengah-tengah masyarakat. Prilaku Amoral seperti Pembunuhan, Perampokan dan Pencurian serta prilaku tidak terpuji lainnya sering terjadi terutama pada malam hari. Warga sering merasa putus harapan dari hasil jerih payah mereka, siang hari banting tulang peras keringan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menata ekonomi masa depan. Akan tetapi buah hasil usaha mereka terkadang tidak dapat dinikmatinya sendiri, hampir setiap larut malam terlihat beberapa orang berkeliaran di Pekarangan/halaman seseorang yang bakal jadi mangsa.
Menurut beberapa sumber, para pelaku tindak keriminal dalam melakukan aksinya cukup rapi dan terorganisir. Ada yang menjadi Pimpinan sementara yang lain sebagai anggota dan koodinator di Kampung-kampung lain, bahkan mereka mempunyai penyaluran khusus terhadap barang-barang berharga milik masyarakat (sapi, emas dan lainnya) dan memiliki posko yang bertempat disuatu lokasi. Lokasi tersebut sekarang menjadi areal Pesantren.
Yang lebih mencemaskan lagi adalah masa depan putra-putri mereka yang akan menggantikannya kelak. Selalu terbersit dalam fikiran orang tua bahwa zaman yang akan dihadapi anak-anaknya jauh lebih parah dari yang mereka alami, tantangan masa depan membuka peluang bagi mereka yang tidak memiliki bekal ilmu pengetahuan akan terus ketinggalan baik secara mental, spritual, ekonomi, budaya dan politik.
Kecemasan warga tidak berhenti pada batas kebingungan semata, tidak dapat disangkal lagi, setiap kegiatan sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan perbincangan seputar masa depan generasi muda menjadi persoalan yang tidak kunjung usai. Pada akhirnya sampai pada titik kesimpulan bahwa di Parit Berkat sangat dibutuhkan adanya seorang tokoh yang dapat menjadi panutan serta dapat mendidik putra-putri mereka sebagai bekal kelak.
Pertemuan antar tokoh masyarakat dan orang-orang yang prihatin terhadap kondisi masyarakat semakin digalakkan, dengan diprakarsai beberapa orang - diantaranya; Yusuf Rabia (Be’ Ta’ip), H. Hanafi dan Muniri Asnawi (ketiganya tokoh Parit Berkat), Asnawi, H. Mathalil, Abd. Jalil (tokoh Nalebbi) - terbentuklah team yang bertugas untuk mencari tokoh dan menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan kemudian hari.
Kurang lebih enam bulan kerja Team tersebut sangat maksimal dan membuahkan hasil, tokoh yang mereka idamkan telah didapati. Keberhasilan mereka (team) tidak lepas dari peran penting Ust. Asmu’i (beliau saat itu telah memangku Yayasan di Sungai Segak) sebagai penunjuk jalan untuk mensuksekan misi suci tersebut.
Hari selasa bertepatan tanggal 27 September 1981 merupakan hari yang sangat bersejarah bagi masyarakat Parit Berkat, pada hari itu Yusuf Rabia (Be’ Martaip) bersama Ust. Ali Makki Muhari tiba (mengijakkan kaki pertama) di Parit Berkat, keduanya disambut dengan riang gembira oleh masyarakat dan langsung mengadakan pertemuan dengan beberapa tokoh setempat.
Untuk sementara waktu, keduanya menuju Kediaman bapak H. Hanafi, di Rumah tersebut beliau sering menerima tamu yang datang silih berganti dan para tamu yang datang selalu betah berlama-lama larut dalam obrolan seputar kondisi masyarakat.
Masyarakat Parit Berkat tidak menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga tersebut, pada selasa malam (malam rabu) para tokoh mengumpulkan masyarakat beserta putra-putri mereka di Masjid Baiturrahim dan secara serentak mereka memberikan kepercayaan penuh kepada Ust. Ali Makki Muhari untuk mengajar Ngaji dan mengajar ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan saat itu.
Kian hari semakin bertambah mereka yang datang untuk menimba ilmu dibawah bimbingan Ust. Ali Makki Muhari, namun pada saat itu mereka belajar al-Qur’an dan ilmu-ilmu lain bertempat di Masjid dan di Kediaman beliau, setelah pengajian selesai mereka pulang ke Rumah masing-masing (santri Kalong).
Tanpa disadari proses belajar ala Tradisional berjalan kurang lebih 3 tahun, jumlah mereka yang haus ilmu semakin bertambah. Pada tahun 1983 atas inisiatif beliau dan mendapat persetujuan masyarakat dibangunlah asrama khusus santri Putri sebanyak 4 lokal, sementara santri Putra bermukim di Dua kamar yang terletak disamping kanan-kiri Masjid Baiturrahim.
Keberadaan pondok pesantren dan masyarakat juga merupakan dua sisi yang tidak dapat terpisahkan, karena sebagian besar pondok pesantren berkembang dari adanya dukungan maysarakat. Dan secara sederhana muncul atau berdirinya pondok pesantren merupakan inisiatif masyarakat baik secara individual maupun kolektif.
Begitu pula sebaliknya perubahan sosial dalam masyarakat merupakan dinamika pondok pesantren dalam pendidikan dan kemasyarakatan.
Berdasarkan kondisi pesantren yang sedemikian rupa, maka konsep pesantren menjadi cerminan pemikiran masyarakat dalam mendidik dan melakukan perubahan sosial terhadap masayrakat. Dampak yang sangat jelas adalah terjadinya perubahan orientasi kegiatan pondok pesantren sesuai dengan perkembangan zaman.
Disamping itu pondok pesantren juga sebagai jalur alternatif pendidikan masa depan yang orientasinya tidak hanya masalah agama tetapi mencakup segala aspek kehidupan.
Kehidupan pondok pesantren juga akan semakin penting dalam upaya mengantisipasi dan menangkal dampak negatif datangnya era globalisasi yang ditandai dengan majunya IPTEK dan maraknya industrialisasi yang hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia.
Oleh sebab itu sudah seharusnya pondok pesantren menjadikan dirinya sebagai pusat kegiatan Islam (Islamic Centre) dengan segala macam disiplin ilmu untuk menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa serta menguasai ilmu pendidikan dan teknologi sebagai yang diamanatkan oleh UUD 45 dan GBHN .
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas Pondok Pesntren MIFTAHUL ULUM PARIT BERKAT PUNGGUR BESAR sabagai bagian yang integral dari sistim pendidikan nasional akan mengambil bagian dalam rangka mendukung program pemerintah terntang wajib belajar sembilan tahun.

                                                                                                           Sekretaris LPP_MU,
                                                                                                                      ttd. 
                                                                                                                   Azizi

Sejarah Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum

Jatuh bangun dalam perjalanan adalah sebuah niscaya …,
Ibarat Ombak membelah Samudra…,
Onak dan Duri dalam menuai Harapan ....,
Bagai Angin Semilir menghembuskan Kesegaran …,
Penggalan kata diatas mengingatkan pada perjalanan MTs MIFTAHUL ULUM, kala itu Yayasan MIFTAHUL ULUM yang menjadii payung hukum dalam menjalankan syi’ar Agama Islam, Ust. Alimakkii Muhari sebagai tokoh sentral dalam misi ini telah mencurahkan tenaga, fikiran serta materi dengan sepenuh hati mewujudkan cita-cita luhur ini. Upaya-upaya beliau dapat dilihat melalui : (1). Mengajar membaca al-Qur’an, (2). Mengajarkan Kitab Kuning, (3). Mengisi ceramah/pengajian masyarakat, dan (4). Tidak ketinggalan menyelenggarakan pengajaran dalam bentuk klasikal/formal (Madrasah).
Madrasah pertama yang beliau rintis/dirikan adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI setinggkat SD), Pelan tapi pasti Madrasah ini berjalan tahun demi tahun berangsur semakin baik, namun mereka yang telah berhasil menempuh selama enam tahun belajar di Madrasah dan dinyatakan LULUS belum menemukan wadah pendidikan jenjang yang lebih tinggi di MIFTAHUL ULUM, sehingga dengan amat sangat terpaksa sebagian besar dari mereka harus rela hati untuk menganggur sementara. Entah sampai kapan ... ???
Kenyataan ini menjadi beban fikiran beliau, dalam hati kecilnya “ berapa orang lagi yang harus menganggur ? “, hingga akhirnya tanpa melalui proses dan prosedur yang terlalu rumit beliau memberanikan dirii untuk menyediakan pendidikan jenjang berikutnya untuk menampung mereka-mereka yang tidak dapat melanjutkan ke Pesantren atau ke SMP, Pendidikan ini dikenal dengan sebutan Madrasah Tsanawiyah (MTs. MIFTAHUL ULUM).
Pada mulanya tingkat Pendidikan ini - + tahun 1990 ; hari, tanggal tidak tercatat – hanya merupakan Kelompok Belajar Siswa, tidak memiliki izin atau surat menyurat lainnya. Meskipun demikian keberadaannya, sudah barang tentu segala urusan yang ada di Lapangan menjadi tanggung jawab beliau.
Tak ayal lagi, Layaknya barang baru sudah pasti dalam perjalanannya masih bertatih-tatih, sederetan kebutuhan harus dipersiapkan, upaya demi upaya dilakukan dengan menunjuk Penanggung Jawab Formal yaitu Pak Sagiman yang disebut-sebut sebagai Kepala Madrasah, keberadaan Kepala Madrasah menjadi harapan baru bagi semua pihak, kehadirannya diharapkan menjadi Pilar untuk keberlangsungan dan kemajuan MTs satu-satunya di Wilayah Kec. Kakap. Akan tetapi, harapan tinggal harapan, karena Ia tidak dapat berbuat banyak sehubungan dengan jarak tempuh Madrasah dan tempat tinggalnya sangat berjauhan, sehingga sering terjadi putus komunikasii dan
Bahkan sekian persen tugas dan tanggung jawabnya nyaris terbengkalai. Untuk menghindari semakin tidak terarahnya nasib Madrasah Tsanawiyah, Ia mengundurkan diri dari Jabatan Kepala Madrasah, selama Ia menjadi Kepala Madrasah berhasil menamatkan satu angkatan dan setelah itu, kegiatan belajar di Madrasah Tsanawiyan sementara waktu diistirahatkan karena dipandang perlu adanya persiapan yang sangat matang guna memperlancar kegiatan pembelajaran.
Beberapa tahun kemudian, gairah untuk mendirikan Madrasah Tsanawiyah kembali tumbuh, dengan berbekal keinginan yang kuat dan persiapan yang dianggap cukup diadakan pertemuan yang bersifat terbatas untuk membicarakan hal tersebut. Diantara point yang dibacarakan tentang Jabatan Kepala Madrasah yang saat itu dipersyaratkan oleh Pemerintah Kepala Madrasah setidak-tidaknya berpendidikan Strata Satu (S. 1), maka ditunjuklah Maisuri, S. Ag sebagai Kepala Madrasah Tsanawiyah, dengan demikian Pak Maisur memiliki tugas yang berat disamping harus menyiapkan segela kebutuhan, ia harus mengurus Izin Operasional Madrasah.
Pak Maisuri tidak dapat bertahan lama di Madrasah Tsanawiyah sehubungan dengan berbagai kesibukannya di Luar, kurang lebih enam bulan ia menjadi Kepala Madrasah kemudian mengundurkan diri. Kemudian jabatan Kepala Madrasah digantikan oleh Nur Alam, S. Ag yang saat itu ia seorang fungsionari Partai PKB. Sebagai politisi sudah
barang tentu banyak tugas dan tanggung jawabnya di Madrasah terbengkalai. Semasa ia menjabat Kepala Madrasah pada tahun 2000/2001 ia berhasil mengurus dan mengeluarkan Surat Izin Operasional Madrasah.
Kemudian untuk menghindari kejadian serupa beberapa tahun yang lalu, Pak Nur Alam menyerahkan Jabatan Kepala Madrasah kepada Ust. Alimakki, beliau yang sejak awal mengikuti perjalanan Madrasah Tsanawiyah sudah pasti banyak mengetahui dan menguasai pahit getirnya, lika-likunya merpertahankan keberlangsungan suatu Lembaga Pendidikan.
Berbekal pengalaman sebagai Kepala Madrasah Ibtidaiyah danl Tokoh Agama Ust. Alimakki melakukan inovasi-inovasi baru disamping mempertahankan kebiasan lama yang baik yang beliau istilahkan dengan “ al-Muhafadhotu ‘Ala Qadimi al Sholih Wal Akhdzu bil Jadidi al Ashlah”
Pak Ali (biasa dipanggil Orang Dinas Pendidikan/Departemen Agama) dibantu beberapa Dewan Guru dan Masyarakat setempat yang peduli akan Pendidikan mencurahkan tenaga, fikiran dan materi dalam mengemban Amanah sebagai Kepala Madrasah hingga dapat meraih prestasi yang gemilang diantara beberapa MTs di Kecamatan Sungai Kakap, bahkan selama + 7 tahun beliau menjadi Kepala Madrasah, MTs MIFTAHUL ULUM Parit Berkat dapat bersaing sejajar dengan SMP-SMP Negri pada even-even tingkat Kecamtan dan Kabupaten.
Pertengahan tahun 2007 beliau mengakhiri jabatan Kepala Madrasah dan memilih untuk Konsentrasi pada bidang Ke-Pesantren-an yang sejak beberapa tahun lalu MIFTAHUL ULUM menerima para Santri untuk belajar Ilmu Agama dan membina Akhlak yang mulia dengan dimukimkan di Lingkungan Pondok Pesantren. Sejak saat itu, waktu-waktu beliau lebih banyak dihabiskan dengan mengajarkan Kitab Kuning (Salafy) dengan sistem bedongan/wetonan, mengajarkan al-Qur’an dan tidak ketinggalan Menyampaikan Pengajian-pengajian ditengah-tengah masyarakat.
Melalui Rapat lengkap, diputuskan masing-masing Madrasah dipangku oleh 1 orang dengan dibantu perangkat-perangkat lain yang dibutuhkan dengan masa jabatan selama tahun. Di MTs MIFTAHUL ULUM disepakati Abdul Rasyid Ali sebagai Kepala Madrasah untuk masa bakti 2007-2010.
Pak Dur – sapaan akrab – berhasil menciptakan iklim yang baik pada tata kelola menejemen Madrasah dan dapat menorehkan sejarah baru dalam Sistem Pendidikan Nasional, yaitu 3 tahun berturut-turut prestasi kelulusan siswa mencapai 100 % dalam Ujian Akhir Nasional dan bahkan sempat di beritakan dalam Media Massa (Harian Tribun Pontianak).
Mungkinkah prestasi-prestasi ini dapat kembali kita raih ... ?, jawabnya “Wallahu A’lamu”




Punggur B, 9 Mei 2012
Catatan Al-Faqir Ila Allah
Sunarwi, S. HI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar